KOMPAS.com — Sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara yang baru, Dahlan Iskan harus mengurusi 141 BUMN. Banyak di antaranya yang bermasalah.
Untuk menggali visinya soal pengelolaan BUMN, Kompas mewawancarai Dahlan, mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Selasa (25/10/2011) pagi, seusai ia berolahraga di kantor BUMN Jalan Merdeka Selatan, Jakarta. Siang harinya, ia juga berkunjung ke kantor Kompas.
Belajar dari pengalaman selama memimpin di PT PLN (Persero), apa sebetulnya persoalan di BUMN?
Penyebab tidak majunya BUMN itu macam-macam, tapi yang terbesar bahkan mencapai 80 persen itu karena direksinya tidak kompak. Mengapa tidak kompak? Banyak penyebabnya, tapi 80 persen, artinya penyebab terbesar akibat intervensi. Intervensi itu ada dua macam. Intervensi yang datang sendiri dari luar dan intervensi yang diundang oleh orang dalam.
Mungkin yang diundang oleh orang dalam lebih besar, mungkin bisa 70 persen. Yang mengundang umumnya adalah direktur yang terlalu ambisius, ingin menjadi direktur utama, ingin menggulingkan direktur utamanya, kemudian cari cantolan. Cuma, karena direktur utamanya merasa mau dikerjain direksi lainnya, dia juga mencari cantolan di luar. Jadi saya tidak fair kalau mengecam orang yang intervensi dari luar, karena ternyata banyak juga intervensi yang diundang.
Intervensi yang diundang tersebut dari mana ?
Yang diundang itu ada dari politisi, pejabat tinggi negara, tokoh masyarakat, tokoh organisasi-organisasi besar, ulama, dan serikat pekerja.
Bagaimana menghadapi tantangan itu?
Saya terus terang memang akan minta backing media sebagai kampung halaman saya. Terus terang ini. Media, kan, tidak punya kepentingan apa-apa. Yang kedua, saya ingin betul-betul delivered. Artinya bisa menghasilkan sesuatu dan itu pula yang disampaikan Pak SBY, Pak Presiden kepada saya. Beliau sangat tegas sekali. Mengapa BUMN Indonesia ini yang jumlahnya begitu banyak, 141, kalah (asetnya) dengan satu BUMN di negara tetangga. Pak SBY gelisah atas kemewahan yang ada di BUMN.
Karena itu, saya minta maaf kalau saya tampil seperti ini (berpakaian kasual). Itu, antara lain, untuk merespons agar saya bisa memberi contoh untuk tidak mewah. Seperti yang sudah saya launching, ruang-ruang direksi BUMN yang bergerak di bidang pelayanan umum tidak boleh lebih mewah dari ruang-ruang untuk pelayanan umum itu.
Misalnya direksi PT KA, ruangnya tidak boleh lebih bagus daripada ruang tunggu stasiun. Ruang direksi PT Angkasa Pura tidak boleh lebih mewah dari ruang tunggu penumpang di bandara. Tapi bukan berarti semuanya harus begitu. Ruang direksi bank boleh mewah. Itu karena faktor kepercayaan orang menaruh uang di situ. Ini bukan ide saya, tapi best practices di dunia bisnis. Bukan berarti saya menyuruh ruang kerja direksi segera diperburuk. Tapi perbaiki ruang tunggunya supaya dia tidak usah merosot.
Soal mekanisme komunikasi unsur pimpinan di jajaran BUMN menggunakan Blackberry Messenger?
Saya akan kurangi rapat-rapat di kantor Kementerian BUMN karena terlalu boros waktu dan tidak efektif mengingat kemacetan di Jakarta dan kesibukan masing-masing pejabat. Grup itu didasarkan pada kelompok di BUMN.
Pengelompokan didasarkan atas bidang kerja BUMN. Di antaranya akan ada kelompok direksi perbankan, direksi perusahaan kontraktor, direksi perkebunan dan kehutanan. Di setiap kelompok, menteri dan wakil menteri BUMN serta deputi yang bersangkutan terlibat.
Tidak takut disadap?
Tidak apa-apa, wong, ini milik rakyat juga.
Mimpi Anda terhadap BUMN di Indonesia?
Saya tahu bagaimana RRC mengendalikan BUMN-nya. Saya tahu bagaimana Temasek mengendalikan BUMN-nya. Saya juga tahu bagaimana Khazanah di Malaysia mengatur dirinya. Tentu kita tidak bisa seperti itu. Karena negara-negara tersebut tidak seperti Indonesia yang demokrasinya luar biasa. Saya akan mencari jalan yang cocok untuk Indonesia, tetapi juga tidak mengorbankan kemajuan BUMN.
Soal BUMN yang rugi?
Kita akan mencarikan jalan keluar. Jalan keluarnya tidak bisa satu. Masing-masing punya jalannya sendiri-sendiri. Tapi kurang-lebih dalam tiga bulan ini ada konsep yang bisa dilaksanakan, bukan konsep yang tak bisa dilaksanakan. Tapi ini menyangkut Pak Menteri Keuangan, pak menteri teknis. Saya harus konsultasi dengan beliau-beliau.
Apa prioritas kerja?
Menyederhanakan birokrasi, mengurangi semaksimal mungkin intervensi, dan memberi keleluasaan sebesar mungkin kepada perusahaan-perusahaan BUMN untuk melakukan aksi-aksi korporasi.
Soal IPO?
Beri kesempatan saya untuk memahami dulu sehingga saya tidak terlibat dalam pro-kontra-pro-kontra yang terlalu berlebihan yang nanti waktu saya habis untuk menanggapi pro- kontra sehingga tidak bisa bekerja. (MAR/EVY/LAS)